Residensial

Rumah Inklusi Berkelanjutan, Apaan Tuh?

Sabtu, 2 September 2023 | 09:00 WIB

JAKARTA, KabarProperti.id  – Pembangunan rumah inklusi di Indonesia untuk masyarakat perlu dilaksanakan secara berkelanjutan dan memperhatikan keterjangkauan dari sisi pembiayaan. Adanya rumah yang memenuhi kriteria ketahanan  bangunan,  kecukupan  luas per  kapita,  akses air  minum  layak dan  akses sanitasi yang layak diharapkan meningkatkan rumah tangga di Indonesia yang menempati rumah yang layak.

“Rumah adalah hak dasar setiap orang, maka Pemerintah perlu memastikan terpenuhinya akses perumahan layak bagi setiap orang. Rumah tidak bisa dinikmati oleh kelompok tertentu saja, atau bersifat eksklusif, namun harus inklusif dan tersedia bagi semua orang,” ujar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Cipta Karya, Diana Kusumastuti saat membuka Indonesia Housing Forum di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Rabu (30/8/2023) lalu.

Indonesia Housing Forum tahun 2023 ini mengangkat tema “Membangun Rumah Inklusi, Berkelanjutan dan Terjangkau untuk Semua”. Pelaksanaan Indonesia Housing Forum ini selain menjadi bagian dari rangkaian Peringatan Asia Pacific Housing Forum ke – 9 juga sekaligus Peringatan Hari Perumahan Nasional (Hapernas) Tahun 2023.

Menurut Menteri PUPR, penyediaan hunian layak bagi masyarakat sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) ke-11 yaitu membangun kota dan permukiman yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Selain itu, dalam The New Urban  Agenda menyebutkan inclusive housing  sebagai  salah   satu   elemen   dalam membangun kota berkelanjutan.

“Perumahan  yang  inklusif  berarti memberikan akses yang sama terhadap rumah layak bagi semua kelompok masyarakat  sesuai  dengan kemampuannya dan kondisinya. Rumah juga memiliki peran yang sangat strategis dalam pembentukan  watak  serta  kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya,” terangnya.

Lebih lanjut, Menteri PUPR menambahkan, masalah perumahan juga menjadi amanat penting dan pemenuhan kebutuhan rumah warga negara Indonesia dijamin oleh konstitusi sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945 pasal 28 H yang menyatakan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik  dan sehat serta  berhak memperoleh layanan kesehatan. Jaminan atas hak bertempat tinggal juga ditegaskan kembali dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Hingga saat ini, terangnya, masih ada masyarakat Indonesia yang belum menghuni rumah yang layak. Rumah layak huni menurut SDG’s adalah yang memenuhi kriteria antara lain  ketahanan  bangunan,  kecukupan  luas per  kapita,  akses air  minum  layak dan  akses sanitasi yang layak. Selain itu, BPS mencatat bahwa di tahun 2022, baru 60,66 persen rumah tangga di Indonesia menempati rumah yang layak. Selain itu, backlog kepemilikan rumah yang masih cukup besar, yang diperkirakan sekitar 12,1 juta rumah tangga.

“Akses  terhadap rumah layak masih belum bisa dijangkau oleh seluruh lapisan Masyarakat, terutama Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Mengacu  pada  hal  tersebut,  maka rumah bagi masyarakat bukan hanya bangunan secara fisik,  tetapi  juga berhak  mendapatkan  tempat tinggal dengan lingkungan baik dan menyehatkan, sehingga memungkinkannya untuk mencapai hidup yang sejahtera lahir dan batin.

Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian PUPR, terdapat berapa  faktor  penyebab  masih rendahnya akses terhadap hunian layak adalah keterbatasan lahan. Pertama adalah harga lahan yang makin mahal membuat harga rumah pun menjadi makin tidak terjangkau bagi MBR.

Kedua,  akses    terhadap    pembiayaan perumahan melalui perbankan masih terbatas, khususnya bagi pekerja informal. Sekitar 60 persen pekerja di Indonesia bekerja di sektor informal, namun baru sebagian kecil saja yang bisa menikmati akses pembiayaan perumahan dari perbankan.

“Di kota-kota besar, dengan tingkat  urbanisasi  tinggi,  harga  lahan  makin mahal sementara penambahan penghasilan tidak mampu mengejar kenaikan harga lahan. Akibatnya, pembangunan perumahan makin merambah daerah pinggiran kota dengan harga tanah masih terjangkau, namun malah menimbulkan permasalahan transportasi, alih guna      lahan   serta   permasalahan   sosial   dan ekonomi lainnya karena tempat tinggal jauh dari tempat bekerja,” katanya.

Direktur Rumah Umum dan Komersial Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Ir. Fitrah Nur menyatakan, pemerintah bersama-sama seluruh stakeholder pelaku pembangunan dalam membangun rumah dapat diwujudkan dengan berkolaborasi dan saling mendukung dalam Program Sejuta Rumah. Program ini dicanangkan Presiden Jokowi sejak 29 April 2015 dan sampai tahun 2022 telah membangun atau memfasilitasi penyediaan rumah sebanyak 7.988.585 unit bagi masyarakat.

“Pemerintah terus mendorong penyediaan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat. Program Sejuta Rumah tidak bisa dilakukan secara terpusat, melainkan harus melibatkan peran aktif Pemda. Penanganan masalah perumahan di daerah tentunya berbeda – beda dan perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing,” harapnya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button