Event

Kolaborasi REI DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten Mengatasi Keterbatasan Kuota FLPP

Tiga DPD REI mencari solusi mengatasi keterbatasan kuota FLPP dan sosialisasi penerapan E Sertifikat Tanah.

KabarProperti.id, 12 Juni 2024 — Kalangan pengembang anggota asosiasi Realestat Indonesia (REI) yang berasal dari tiga DPD, yakni REI DKI Jakarta, REI Jawa Barat dan REI Banten  mendesak pemerintah segera merealisasikan penambahan kuota untuk pembiayaan rumah  bersubsidi.

Jika merujuk kepada data yang diambil dari website BP Tapera, realisasi penyaluran dana FLPP rumah tapak tahun 2023 sebanyak 228.914 unit rumah. Realisasi penyaluran dana FLPP rumah tapak bulan Januari sampai dengan akhir Mei 2023  sebanyak 82.340 unit rumah. Sementara realisasi penyaluran dana FLPP rumah tapak bulan Januari sampai akhir Mei 2024 sebanyak 78.705  unit rumah.

Sehingga jika diambil berdasarkan perbandingan yang sama, maka kuota tahun 2024 idealnya  adalah = (78.705/82.340) x 228.914 unit = 218.808 unit.

Berdasarkan data di atas maka diprediksi kuota FLPP 2024 sejumlah 166.000 unit akan habis  pada bulan Agustus mendatang.

Menipisnya alokasi pembiayaan rumah subsidi yang disalurkan lewat program Fasilitas Likuiditas  Pembiayaan Perumahan atau FLPP tahun ini, menurut Arvin F. Iskandar, Ketua Dewan  Pengurus Daerah (DPD) REI DKI Jakarta tidak hanya menimbulkan kekhawatiran bagi  Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), tetapi juga bagi pengembang pelaku pembangunan  rumah bersubsidi.

Temu Anggota Tiga DPD REI

“Terkait isu kuota pembiayaan rumah subsidi, kami tiga DPD REI; DKI Jakarta, Jawa Barat dan  Banten melakukan koordinasi untuk proaktif. REI mencari terobosan yang kongkrit dengan  para pemangku kepentingan terkait solusi yang bisa dieksekusi bersama-sama,” ungkap Arvin  pada acara Temu Anggota Tiga DPD REI, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Rabu, 12/6/2024.

BACA JUGA : Sinergi REI DKI Jakarta Mewujudkan Jakarta Hijau, Ramah Lingkungan dan Humanis

Soal keterbatasan APBN dalam pembiayaan KPR FLPP, misalnya. Menurut Arvin, selain KPR FLPP,  terobosan apa lagi yang bisa dilakukan pemerintah dimasa transisi ini ?

“Apakah bisa dengan (kembali) menerapkan program subsidi selisih bunga atau menggali  alternatif pembiayaan dari sumber-sumber yang lain. Pengembang harus realistis karena APBN  terbatas.  Demikian juga dengan perbankan, BP Tapera atau BPJS TK. Kolaborasi seperti apa yang bisa  dilakukan dengan REI ke depan untuk memanfaatkan dana kelolaan masing-masing, agar  optimal tersalurkan bagi pembiayaan perumahan,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama Ketua DPD REI Jawa Barat, Lia Nastiti mengatakan pertemuan  tiga DPD REI ini merupakan bagian dari upaya berkomunikasi dan kolaborasi dengan  pemerintah sebagai pembuat kebijakan, perbankan sebagai penyalur dana dan pengembang  selaku penyedia perumahan, untuk berbagi peran mencari terobosan dan solusi agar  permintaan dan pasokan hunian tetap berjalan baik setiap tahun sehingga pada akhirnya akan  menurunkan angka backlog kepemilikan rumah.

Lia menyampaikan, pengembang rumah subsidi di Jawa Barat sangat berharap tindakan konkret  pemerintah. Pasalnya, kekurangan kuota pembiayaan dana subsidi berpotensi menyebabkan  dampak besar, tidak hanya bagi MBR dan pengembang, tetapi juga untuk 175 industri yang  menjadi penunjang pembangunan rumah dan jangan dilupakan juga dampaknya bagi pihak  perbankan yang memberikan kredit konstruksi.

“Jawa Barat selama ini adalah penyumbang pembangunan rumah subsidi terbesar di Indonesia. Dimana tahun 2023 realisasi nya adalah 61.868 unit, dan di Tahun 2024 ini kami menargetkan  sebanyak 65,000 unit rumah subsidi. Kehabisan kuota KPR FLPP bisa menghambat pertumbuhan  sektor properti, menghambat pengembangan properti, dan meningkatkan risiko gagal bayar  karena pengembang tidak dapat memenuhi kewajiban perbankan,” tambahnya.

BACA JUGA : REI Tawarkan Propertinomic kepada Pemerintahan Mendatang, Mengapa?

Roni H Adali, Ketua DPD REI Banten menambahkan, Banten yang menempati urutan ke dua  se-Indonesia untuk realisasi pembangunan rumah subsidi juga berharap ada upaya dari  pemerintah guna mendorong stakeholder untuk mengatasi kekurangan kuota.

“Pengembang di Banten menilai permintaan masyarakat terhadap rumah subsidi tetap tinggi.  Kami juga sudah berkomunikasi dengan pemimpin daerah di Banten terkait kebutuhan dana  perumahan ini. Bersama-sama dengan pemerintah daerah menyuarakan pentingnya tambahan  pembiayaan bagi rumah subsidi MBR ke pemerintah pusat,” ujarnya.

Kebijakan Sertifikat Elektronik 

Selain kolaborasi mencari solusi mengatasi keterbatasan kuota FLPP, Kegiatan Temu Anggota  Tiga DPD REI juga membahas tentang Kebijakan Sertifikat Elektronik Tanah.

Terbitnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2023  tentang Penerbitan Dokumen Elektronik dalam Pendaftaran Tanah, artinya akan menggantikan  sertifikat analog yang berlaku sebelum ini.

Perubahan bentuk sertifikat menjadi dokumen elektronik menurut Ketua DPD REI Banten Roni  merupakan lompatan yang sangat besar. Namun, tantangan terbesarnya adalah sejauh mana  jaminan keamanan data elektronik dalam hal pengakuan terhadap bukti kepemilikan atas tanah.

Pasalnya, kasus sertifikat kepemilikan ganda (masih) cukup banyak terjadi. “Kami sebagai pelaku usaha ingin Sertifikat Elektonik mampu memberikan kepastian hukum dan  perlindungan hukum kepada pemegang hak. Dan pemegang hak juga mudah membuktikan  dirinya sebagai pemegang hak atas tanah yang telah didaftarkan,” tambahnya.

Sertipikat elektronik menurut Arvin Ketua DPD REI DKI Jakarta juga sangat erat kaitannya  dengan proses penyaluran kredit di perbankan. Misalnya sebagai komponen dalam analisa  kredit, khususnya collateral/agunan.

“Jika Sertifikat Elektronik menjadi jaminan kredit di bank, maka Hak Tanggungan (HT) pun akan  menjadi E-HT. Bagaimana proses integrasi antara sistem BPN dengan Perbankan Pemberi Kredit  maupun pihak Notaris / PPAT. Pengembang harus mengetahui teknisnya,” ungkap Arvin.

Demikian pula jika proses kredit pinjaman sudah diselesaikan oleh debitur. Maka tentu akan  dilanjutkan dengan proses Roya elektronik oleh BPN sesuai informasi dari bank terkait.

“Beberapa kasus terjadi error sehingga Roya elektronik masih harus menunggu kembali. Hal ini  harus diantisipasi karena Roya elektonik atas HT ini akan di template ke Sertifikat elektronik,”  tambahnya.

Oleh karena itu, lanjut Lia Nastiti Ketua DPD REI Jawa Barat, diperlukan perangkat keras,  perangkat lunak dan SDM-SDM yang kompeten agar Sertipikat elektronik mampu  mengefisienkan proses pendaftaran tanah, pengecekan sertifikat dan bisa meningkatkan  indikator kemudahan berusaha di Indonesia.

“Sebagai pelaku usaha kami tentu ikut aturan. Cepat atau lambat Sertipikat elektronik akan ada  diseluruh wilayah Indonesiam maka diperlukan adanya sosialisasi secara masif oleh Kementerian  ATR/BPN, kepada segenap masyarakat, notaris, pelaku usaha maupun instansi yang terkait  termasuk sektor perbankan,” pungkasnya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button