Perlu Kepastian Hukum Bagi Rumah Subsidi, BP2BT Harus Dipermudah
Senin, 04 Oktober 2021 | 11:40 WIB
JAKARTA, KabarProperti.id -Pengembang berharap kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk memberikan kepastian hukum, terkait rencana penghentian program bantuan subsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sampai bulan akhir Oktober 2021.
“Kalau memang program subsidi FLPP ini terakhir sampai 27 Oktober ini, kami meminta ada kepastian hukum dan kejelasan, mengenai program subsidi selanjutnya sampai akhir Desember,” kata Junaidi Abdillah, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), di Jakarta, Senin (04/10/2021).
Junaidi mengatakan, pada akhir tahun itu merupakan puncak terealisasinya KPR, seiring dengan banyaknya rumah yang terbangun,tinggal di KPR kan saja. “Tetapi kalau program FLPP terhenti, nasibnya seperti apa pengembang yang bangun rumah. Termasuk juga konsumen yang sudah siap akad, bila subsidi di hentikan,” kata Junaidi.
Dikatakannya, biasanya, pada akhir akhir tahun masih ada subsidi sekitar 10 sampai 20 ribu unit rumah subsidi. Apakah program itu diteruskan atau di ganti dengan program lain seperti BP2BT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan). Masa transisi PPDPP ke Tapera tidak harus menghambat capaian realisasi KPR subsidi. “Tapi kan harus ada statemen jelas dari pemerintah, jangan sampai pengembang dan konsumen dibuat bingung,” ujarnya.
BACA JUGA : Pengurus DPP Apersi 2021-2025 Dilantik
Pengembang, lanjut Junaidi, tidak mempersoalkan skema subsidi yang akan diberikan kepada pengembang, baiki FLPP ataupun BP2BT. Karena keduanya sama saja. Persoalannya, dua skema subsidi pemerintah itu persyaratannya berbeda.
Kasihan konsumen, ketika sudah menyiapkan dengan skema FLPP tetapi berubah jadi skema BP2BT dan harus merubah semua. Karena itu perlu sosialisasi program BP2BT secara maksimal mengingat sudah mendekati akhir tahun, begitu juga dengan kemudahan proses BP2BT
“Meskipun dana yang disiapkan tidak besar, tetapi bagi konsumen MBR itu, sangat memberatkan. Karena itu kami butuh kepastian, sehingga pelaksanaan di lapangan jelas, bila program FLPP di stop Oktober,” katanya.
Ketum Apersi mengaku bahwa akibat pandemi pengembang masih kesulitan untuk mengejar target bangun rumah subsidi sampai akhir tahun capai 200 ribu unit. Pasalnya banyak kendala terjadi dilapangan, termasuk juga regulasi yang masih memberatkan, terutama di daerah yang belum sinkron aturannya, salah satunya adalah masalah perizinan.
“Program subsidi jalan, tetapi tidak sesuai dengan target, masih berat, satu sisi regulasi juga sudah diterapkan masih belum maksimal, terutama di daerah, belum lagi masalah pelaksanaan UU Cipta kerja masih ada yang belum menerapkan,” kata dia.
BACA JUGA : Apersi Berikan Bantuan Korban Gempa dan Banjir
Karena itu, Junaidi berharap ada relaksasi dari pemerintah mengenai program rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Karena sektor yang masih bisa bertahan adalah sektor properti terutama rumah subsidi. Pasalnya rumah memberikan multiplier effect bagi sektor lainnya, dan bisa memangkitkan bertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Ditengah pandemi ini, yang masih bertahan cukup kuat adalah properti terutama untuk rumah rakyat, Apersi berharap ada terobosan cepat sampai akhir Desember ini,” kata dia.