Bersama Tiga Menteri, Dirut BTN Paparkan Solusi Pencapaian Program Tiga Juta Rumah
Semakin banyak kaum milenial, perempuan, dan pekerja sektor informal yang membeli rumah pertama dengan KPR, sehingga prospek sektor perumahan Indonesia sangat prospektif.
JAKARTA, KabarProperti.id – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) bersama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) memaparkan berbagai solusi untuk memacu realisasi program Tiga Juta Rumah di Indonesia di depan ratusan pengembang.
Pada acara diskusi bertema Program 3 Juta Rumah Gotong Royong Membangun Rumah untuk Rakyat, dibahas beragam solusi dari permasalahan pemenuhan rumah rakyat, mulai dari penyediaan lahan, perizinan, hingga usulan mengenai relaksasi pajak properti untuk meringankan harga produksi properti, sehingga lebih terjangkau bagi masyarakat.
Dalam paparannya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengatakan, pihaknya akan meminta kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk di antaranya memperpanjang bebas pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi lima tahunan. Selain itu, kata Maruarar, pihaknya telah bersepakat dengan Kementerian Dalam Negeri untuk membebaskan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari Pemerintah Daerah untuk mengurangi harga jual rumah.
“Jika pembagian tanah bisa gratis dan murah, lalu efisiensi bisa dilakukan, kemudahan perizinan juga terjadi, saya pikir program Tiga Juta Rumah ini bisa meningkatkan omzet para pengembang secara luar biasa. Tahun depan, saya berani bilang bahwa banyak perubahan yang akan menyangkut perumahan baik di sisi bisnis maupun sosialnya. Jadi, saya minta para pengembang untuk mempersiapkan diri baik-baik,” ujar Maruarar di Menara 1 BTN, Jakarta (8/11).
BACA JUGA : Menjaga Peran Bank BTN Agar Terus Membiayai Rumah dan Membangun Ekonomi Bangsa
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan rencananya dalam waktu dekat untuk menghapuskan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) khusus untuk MBR. Terkait rencana penghapusan BPHTB untuk MBR, Tito mengatakan hal itu akan disosialisasikan bersama seluruh Pemerintah Daerah dan para pengembang di daerah.
“Saya akan keluarkan surat edaran dalam waktu paling lama 10 hari agar retribusi PBG dihapus khusus untuk MBR, supaya tidak ada kerancuan. Kita akan mengundang seluruh Pemda, BTN, dan rekan-rekan perwakilan reealestat bahwa program perumahan MBR ini telah diperintahkan oleh Pak Presiden dan harus dilaksanakan oleh Pak Maruarar. Kita minta Pemda untuk bangun gerakan kesetiakawanan sosial untuk membantu yang tidak mampu,” tutur Tito.
Sementara itu, Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid mengatakan, pihaknya akan meminta pengembang untuk membangun fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum dan fasos) di proyek perumahan mereka, dan akan menerapkan denda berupa penyediaan rumah gratis bagi MBR bagi pengembang yang tidak taat.
Secara khusus, Maruarar melanjutkan, pihaknya aktif berdiskusi dengan Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu terkait program tersebut. Merespon pernyataan tersebut, Nixon mengatakan bahwa pengurangan biaya dapat mencapai total 21% untuk Rumah MBR dan MBT yang terdiri dari pembebasan PPN, pemangkasan PPH dan penghapusan BPHTB akan mampu memicu permintaan akan perumahan karena harga jual rumah menjadi lebih murah.
BTN Dukung Pembiayaan untuk MBR dan Sektor Informal
Dalam acara diskusi tersebut, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, BTN telah menyalurkan 5,5 juta KPR subsidi dan non subsidi baik melalui KPR Konvensional maupun pembiayaan syariah sejak 1976. Belakangan ini, kata Nixon, semakin banyak kaum milenial, perempuan, dan pekerja sektor informal yang membeli rumah pertama dengan KPR, sehingga prospek sektor perumahan Indonesia sangat prospektif di masa depan.
“Terutama untuk pekerja sektor informal, dapat kita bayangkan jika tidak ada program rumah subsidi, mereka tidak bisa membeli rumah. Selain itu, Indonesia masih punya isu nasional yakni backlog kepemilikan rumah sebanyak 9,9 juta, dan lebih dari 50% masyarakat miskin menghuni rumah tidak layak huni. Berdasarkan data dari PLN, angkanya sampai 24 juta rumah tidak layak huni,” papar Nixon.
Kajian BTN menunjukkan, isu utama perumahan di daerah dari sisi demand di antaranya masih terkait dengan pendataan kebutuhan rumah dengan sistem ‘by name, by address’, serta tumpang tindih peraturan terkait kewenangan penyelenggaraan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sedangkan di sisi supply, BTN melihat masih belum adanya sinkronisasi perencanaan tata ruang antara daerah dan pusat.
Sebab itu, kata Nixon, BTN terus memberikan masukan kepada pemerintah agar program rumah rakyat bisa terealisasi secara jangka panjang, karena karena sektor perumahan memiliki multiplier effect atau dampak turunan terhadap 185 subsektor lainnya yang mayoritas bersifat padat karya.
Tidak kalah pentingnya, pembangunan sektor perumahan secara masif akan menciptakan lapangan kerja. Berdasarkan perhitungan BTN, setiap pembangunan satu rumah dapat menyerap lima tenaga kerja, sehingga pembangunan 100.000 rumah akan menyerap 500.000 tenaga kerja per tahunnya.