Event

Kementerian PUPR Bahas Pengelolaan Pengaduan Masyarakat di Bidang Perumahan

Rabu, 19 Agustus 2020 | 05:00 WIB

TANGERANG, KabarProperti.id  – Selama ini cukup banyak pengaduan masyarakat di bidang perumahan. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pun terus berupaya memberikan pelayanan terbaik terkait banyaknya pengaduan dari masyarakat di bidang perumahan tersebut.

Untuk itu, Kementerian PUPR juga berharap kepada pemerintah daerah untuk memiliki peraturan mengenai penanganan pengaduan mengingat banyak juga masyarakat dari daerah yang mengadu tentang perumahan.

“Banyak masyarakat yang mengajukan pengaduan kepada kami tentang masalah perumahan. Kami siap untuk membantu masyarakat agar permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik,” ujar M Hidayat, Direktur Rumah Umum dan Komersial Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, saat membuka kegiatan Pembahasan Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Bidang Rumah Umum dan Komersial di Tangerang, Banten, Selasa (18/8/2020).

Baca juga :  Dukung Pembangunan Berkelanjutan, Wavin Hadir Kembali di Indonesia dengan Rangkaian Solusi Baru

Hidayat menerangkan, pengaduan masyarakat tidak hanya berasal dari mereka yang tinggal di rumah tapak saja tapi juga rumah susun. Selain itu, banyak juga pengembang yang diadukan terkait pelayanan dan peraturan yang sulit dilaksanakan oleh konsumen.

Selain itu, ada juga pengaduan masyarakat yang mengadukan P2SRS di rumah susun terkait masalah pengelola unit hunian, Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) dan di rumah tapak biasanya terkait pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas (PSU), listrik dan iuran sampah yang terlalu mahal.

“Ada juga konsumen yang ‘dikibulin’ oleh oknum pengembang karena uang muka untuk pembelian rumah bayar dibawa kabur dan tidak bisa dikembalikan. Kami siap melakukan mediasi jika memang masyarakat merasa dirugikan,” terangnya.

Baca juga : Sambut HUT RI ke-75, Kavling, Rumah dan Ruko di Kota Modern dan ModernHill Didiskon Hingga 45%

Kementerian PUPR juga telah menerbitkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah yang telah diundangkan pada 18 Juli 2019 lalu. Hal ini menunjukkan keseriusan Kementerian PUPR untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada konsumen dan pelaku pembangunan.

Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian PUPR, jumlah pengaduan masyarakat yang diterima Direktorat Rumah Umum dan Komersial Ditjen Perumahan Kementerian PUPR terkait perumahan mulai dari 2018 lalu sampai 2020 ini per tanggal 14 Agustus 2020 berjumlah sekitar 219 pengaduan. Selain masalah pengelolaan unit hunian, banyak pengaduan dari masyarakat juga terkait dengan masalah pengelolaan lingkungan hingga perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).

“Pengaduan masyarakat di bidang perumahan masih menjadi pekerjaan rumah kita semua dan harus diselesaikan. Pemerintah tentunya harus berada di tengah-tengah dengan proaktif melakukan mediasi, melihat akar permasalahan dan meriew apa yang terjadi di lapangan. Bagi pemerintah hal utama adalah konsumennya terlindungi dan pengembang juga masih bisa melaksanakan usahanya sesuai iklim usaha dan aturan yang berlaku

Baca juga : Masuki Kuartal Ketiga 2020, Belanja Infrastruktur PUPR Digenjot

Saat ini, Kementerian juga banyak menerima pengaduan masyarakat melalui saluran pengaduan.pu.go.id. Tapi masyarakat juga bisa mengajukan aduan melalui ombudsman, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Selain itu, Pemda ke depan juga harus memiliki peraturan yang tepat agar masyarakat di daerah juga terlindungi karena masalah perumahan menjadi salah satu hak dasar yang harus di penuhi.

Pihaknya juga telah mengklasterisasi permasalahan pengaduan masyarakat menjadi tiga. Pertama, klaster Rusun milik terkait permasalahan legalitas Rusun (HGB, SHM RS), Kelembagaan P3SRS mulai pembentukan pertama kali, IPL dan service charge, dan pengelolaan Rusun yang tidak transparan.

Baca juga : Penuhi Kebutuhan Hunian, Kementerian PUPR Dorong Generasi Milenial Tinggal di Hunian Vertikal

Klaster kedua adalah terkait PPJB yang tidak sesuai spesifikasi bangunan dan proses pembangunan yang terhambat, pembatalan perjanjian secara sepihak dan pelaku pembangunan pailit. Sedangkan klaster ketiga adalah di rumah tapak terkait penyediaan PSU dan perumahan fiktif.

“Perlu ada strategi dalam penanganan pengaduan masyarakat ini. Kami juga butuh bantuan dari berbagai pihak agar masalah pengaduan perumahan bisa di selesaikan dengan baik. Ada standar operasional prosedur (SOP) siapa melakukan apa serta bagaimana penanganannya dan melaksanakan strategi preventif, musyawarah dan mitigasi penanganan pengaduan masyarakat,” harapnya.

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button