Market

Menapaki Tahun 2025, Ini 5 Tantangan dan Optimisme Industri Baja Sektor Konstruksi

Sektor konstruksi Indonesia diperkirakan akan terus menggeliat dan menjadi pendorong utama perekonomian nasional pada tahun 2025.

JAKARTA, KabarProperti.idPT NS BlueScope Indonesia (BlueScope), salah satu pemain utama di industri baja Indonesia, menyadari sejumlah tantangan yang akan dihadapi pada tahun 2025. Meski demikian, industri baja Indonesia diyakini tetap berkembang serta diharapkan mampu mendukung sektor konstruksi dengan produk baja khusus yang dibutuhkan.

“Kami berkomitmen untuk mendukung pembangunan infrastruktur dalam negeri dengan menyediakan baja berkualitas tinggi yang sesuai dengan kebutuhan proyek-proyek strategis,” kata Wakil Presiden Sales dan Marketing PT NS BlueScope Indonesia Irfan Fauzie.

Secara umum, sektor konstruksi Indonesia diperkirakan akan terus menggeliat dan menjadi pendorong utama perekonomian nasional pada tahun 2025. Hal ini tentunya dapat memberikan dampak terhadap industri baja yang menjadi salah satu material utama berbagai proyek infrastruktur.

Terkait hal tersebut, berikut adalah lima tantangan maupun optimisme yang bakal mewarnai perjalanan industri baja Indonesia pada 2025.

Kelebihan Kapasitas Global dan Persaingan Baja Impor

Industri baja global tengah menghadapi tantangan besar terkait kelebihan kapasitas produksi yang sangat signifikan. Data Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) mencatatkan pada tahun 2022, kelebihan kapasitas global mencapai 632 juta ton, dan OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) memproyeksikan bahwa tambahan kapasitas sebesar 158 juta ton akan terjadi pada periode 2024-2026. Kelebihan kapasitas ini menyebabkan peningkatan ekspor baja, terutama dari Tiongkok, yang merugikan produsen baja di negara-negara tujuan ekspor, termasuk Indonesia.

Widodo Setiadharmaji, Direktur Eksekutif IISIA, menyatakan lonjakan ekspor baja Tiongkok pada 2023, yang meningkat 39% menjadi 92 juta ton, telah menambah persaingan dalam pasar global. Sementara itu, pada 2023, impor baja dari Tiongkok ke Indonesia meningkat tajam hingga 42%, mencapai 4,05 juta ton, yang memicu kesulitan bagi produsen baja lokal untuk bersaing. Hal ini disebabkan harga baja dari Tiongkok yang lebih murah, mengingat dukungan pemerintah Tiongkok terhadap industri baja mereka.

Adanya persaingan harga baja impor lebih murah menimbulkan peluang bagi industri baja domestik untuk meningkatkan daya saing melalui kebijakan yang mendukung.

Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT)

Salah satu kebijakan yang memberikan tantangan sekaligus harapan bagi industri baja nasional adalah Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Pemerintah Indonesia baru saja memperpanjang kebijakan ini melalui penerbitan Kepmen ESDM No. 255.K/MG.01/MEM.M/2024, untuk memberikan tarif gas bumi yang lebih kompetitif untuk industri baja. Dengan pasokan energi yang lebih terjangkau, produsen baja di Indonesia dapat memproduksi baja dengan biaya yang lebih efisien, meningkatkan daya saing produk baja domestik baik di pasar lokal maupun internasional.

Kebijakan HGBT diharapkan dapat meringankan beban biaya produksi baja, yang pada akhirnya memungkinkan industri baja Indonesia untuk mempertahankan pangsa pasar domestik serta memperluas pasar ekspornya.

Peluang dari Produk Baja Khusus

Sektor baja Indonesia kini mulai mengalihkan fokusnya ke produk baja khusus yang memiliki nilai tambah lebih tinggi, seperti electrical steel, baja untuk kereta api (railway steel), dan baja berkualitas tinggi lainnya. Produk baja khusus ini tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga berpotensi besar untuk diekspor ke pasar global.

BACA JUGA : BlueScope dan Universitas Multimedia Nusantara Bersinergi Pangkas Emisi melalui Konstruksi Hijau

BlueScope menyadari adanya peluang ini. Sejauh ini, BlueScope telah mengembangkan berbagai produk baja khusus yang sangat diperlukan untuk proyek-proyek besar, mulai dari konstruksi gedung tinggi, infrastruktur transportasi, hingga pembangkit listrik. Selain itu, BlueScope juga aktif berinvestasi dalam peningkatan kualitas dan inovasi produk untuk menghadapi tantangan pasar yang semakin kompetitif.

Proteksionisme Global dan Kebijakan Trade Remedies

Peningkatan proteksionisme di banyak negara besar juga menjadi tantangan bagi industri baja Indonesia. Mengutip IISIA, negara-negara seperti India, Amerika Serikat, dan Uni Eropa telah menerapkan kebijakan proteksi untuk melindungi industri baja domestik mereka, termasuk tarif impor yang lebih tinggi bagi produk baja asal Tiongkok.

Amerika Serikat mengenakan tarif sebesar 25% untuk produk baja dari Tiongkok, sementara India menaikkan tarif bea masuk baja menjadi 10-12%. Bahkan, negara-negara ini juga memperkenalkan tarif tambahan dan kebijakan trade remedies untuk mengurangi dampak produk baja murah dari luar.

Kondisi ini memerlukan kebijakan serupa di Indonesia, seperti peningkatan pengawasan produk baja di pasar domestik dan kebijakan trade remedies untuk menghindari praktik dumping dari negara lain, khususnya Tiongkok. Penerapan tarif anti dumping dan bea masuk yang lebih tinggi terhadap produk baja impor dapat membantu persaingan industri baja menjadi lebih sehat.

Standar dan Pengawasan Produk Baja Impor

Untuk menjaga kualitas dan keamanan pasar baja domestik, Irfan mengatakan bahwa Indonesia juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap baja impor. Menurutnya, Standar Nasional Indonesia (SNI) yang lebih ketat harus diterapkan untuk memastikan produk baja yang masuk ke pasar memenuhi persyaratan kualitas yang tinggi. Hal ini penting untuk melindungi konsumen dan industri baja lokal dari produk baja murah yang tidak memenuhi standar kualitas.

Di sisi lain, kebijakan impor baja juga harus disesuaikan dengan neraca komoditas yang mempertimbangkan kapasitas produksi baja dalam negeri. Dengan pengawasan yang ketat dan implementasi kebijakan yang efektif, diharapkan kualitas baja yang beredar di pasar domestik dapat terjaga, serta mencegah praktik impor baja yang tidak memenuhi standar SNI.

Dengan berbagai tantangan yang ada, optimisme pelaku industri baja Indonesia tetap terjaga, terutama dengan adanya kebijakan yang mendukung daya saing. BlueScope percaya sektor konstruksi di Indonesia akan tetap menjadi pendorong utama bagi industri baja dengan permintaan untuk produk baja khusus yang diperkirakan akan meningkat pesat.

“Kami siap mendukung pasar dengan produk baja yang memenuhi kebutuhan konstruksi yang spesifik dan berkualitas tinggi, serta siap bersaing di pasar global,” ujar Irfan.

Dengan kesiapan untuk memanfaatkan peluang di sektor baja khusus dan adaptasi terhadap kebijakan yang mendukung industri, tahun 2025 diharapkan menjadi tahun pemulihan dan penguatan sektor baja Indonesia, diiringi dengan pertumbuhan sektor konstruksi yang semakin menggeliat.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button