Ragam/Tips

Anyaman PEN-Perumahan Berkeadilan Sosial

Minggu, 27 September 2020 | 05:00 WIB

Oleh : Muhammad Joni *

JAKARTA, KabarProperti.id – Tikungan zaman tak terelakkan. Pendemi COVID-19 berimbas kontraksi ekonomi. Pertumbuhan menurun curam lagi.  Badan Pusat Statistik (BPS) merilis  warta  di bawah judul “Ekonomi Indonesia Triwulan II 2020 turun 5,32 Persen”. Ngeri.  Jamak  negara didera resesi.  Karena dua kuartal berturut pertumbuhan minus ekonomi.

Indonesia menyiasati kontraksi ekonomi dengan jurus  Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam kondisi bencana non alam yang tak terprediksi. Disebut  beleids luar biasa (extra-ordinary), terbitlah  PP No.23/2020 juncto PP No.43/2020 sebagai kebijakan intervensi. Akankah PEN itu dirancang suai-skenario bangkit juncto pulih  cepat, atau gerak pemulihan melambat: U-Shaped recovery? Tak cuma kebijakan tapi tindakan senyatanya  yang menentukannya. Patut ditanya pulih itu untuk siapa?

Menilik  PP 23/2020, dipatok prinsip atau asas  PEN –salah satunya: Keadilan Sosial (Pasal 3 huruf a). Keadilan sosial defenisi lain dari pemihakan kepada yang rentan subsider marginal. Posisi prinsip itu pengarah norma. Penentu tindakan. Mengutip Prof.Mahadi (alm), asas-lah yang menganyam norma.

Baca juga : Gagal Serah Properti: Kepailitan Developer atau Wanprestasi?

Norma yang bersua dengan tindakan nyata dalam ruang sosial. PP 23/2020 yang menyekrupkan PEN dengan Keadilan Sosial perlu ketabahan pada prinsip. Berakar dari gagasan konstitusi sosial yang menenun kebijakan sosial negara kesejahteraan. Sebab itu, PEN tidak hanya melulu soal teknis dan disain model bisnis.

Mencerna kedua PP ikhwal PEN, bagi siapakah siasat ekonomi extra ordinary itu ditujukan, diperlakukan dan bagaimana memperlakukan? Akankah totok menyasar serapan arus kencang tenagakerja domestik? Apalah membawa  turut serta  pemulihkan efek “pendarahan” –yang belum tentu tersebab pendemik COVID-19? Atau  demi membibit  tumbuhnya lapisan baru kaum usahawan Indonesia –yang indeksnya masih tipis: 2-3%?

Jika nyinyir ini dilanjutkan, adakah energi dari PEN itu kebijakan affirmatif yang bergeliat luar biasa  membuka akses kemudahan berusaha bahkan  keran redistribusi pengelolaan sumberdaya alam dan energi? Mengubah postur  penjangkauan modal yang bertumbuh merata? Mencetak  “generasi baru” lapisan usahawan milenial Indonesia?

Baca juga : Developer & Renewal Habit

Majelis pembaca, anyaman ke-1  opini ini; bagaimanakah PEN Berkeadilan Sosial memantik  cipta lapisan “generasi baru” usahawan tangguh Indonesia?

Menukik  ke sektor perumahan rakyat, akankah menjadi garis kebijakan luar biasa  kepada perumahan rakyat yang layak (adequate) dan terjangkau (affordable)?

Pebila loyal kepada jurus  pemulihan  ‘sejahtera papan’  dari Mohammad Hatta:  “Satu Rumah Sehat untuk Satu Keluarga”, maka tepat dan adil mendalil bahwa  perumahan dan permukiman dalam perkotaan (housing and urban development/HUD), –sebut saja HUD sector– menjadi  klaster bagi terobosan akseleratif PEN. Urban housing  diyakini akseleratif bagi klaster pemulihan ekonomi rakyat-tangguh. Karena perumahan itu mozaik terpenting pembentuk kota, maka PEN-Perumahan  menyekrupkan urban housing dengan urban economic.

Sebab itu, PEN Berkeadilan Sosial memantik kebijakan anggaran perumahan rakyat dan “rights sizing”  perumahan rakyat  cq. HUD sector menjadi prioritas tinggi, pun dalam lingkup kebijakan PEN.

Baca juga : Sinergi Pelaksanaan Tapera Butuh Roadmap Jelas

Rekapitalisasi dan refocusing anggaran HUD sector ini, menjadi anyaman ke-2 opini ini.

Perlu fokus aktivasi sisi rantai pasok penyediaan  menyekrup kapasitasi sisi rantai-belanja (beli, cicil,  sewa)  MBR.  Namun sistem kelembagaan (legal structur) paling menentukan. Musti pasti. Terukur, dan dapat diaktivasi.

Ruang lingkup program PEN (PMN, Penempatan Dana, Investasi Pemerintah,  Penjaminan) –sebagai instalasi  saluran pembiayaan PEN–  mengasumsikan  aktivasi (dan pemulihan juga pembentukan) kelembagaan  –yang bergerak dengan sense of crisis.

Analog tamsil “pesawat terbang kepada  destinasi/rute terbang”. Harus jelas tugas  sang Pilot in Command (“PiC”) –sebagai “King After Closing the Door” tatkala  taxing, menuju  run-away,  “crucial eleven” lepas landas (take off), penjelajahan (cruising), dan mendarat (landing).

Langkah pemulihan perlu “pesawat” tangguh PEN dengan kelembagaan “PiC” —yang diaktivasi-pulihkan dengan akselerasi tenaga penuh. Tersebab  itu PEN Berkeadilan Sosial  mengasumsikan urusan konkuren  perumahan MBR pada pemerintah daerah,  musti dipulihkan dan diaktivasi!

Baca juga : Menyoal Optimalisasi Peran, Fungsi & Pelayanan BP Tapera Bagi Penerima Manfaat

Bagaimana mungkin  pemulihan nasional  HUD sector  tanpa memerankan “mesin” kelembagaan pemerintah daerah?  Apa terobosannya? Segerakan harmonisasi-efektif struktur dan sistem penyediaan perumahan cq. rantai pasok dan rantai-beli MBR.

Disarankan harmonisasi-efektif Pasal 407, Pasal 13, Pasal 15 UU Pemda dengan kelembagaan HUD sector versi UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Inilah saatnya kelembagaan pemerintah –sebagai penanggungjawab pembangunan perumahan rakyat  (rumah umum, rumah khusus, rumah negara) [vide Pasal 40 UU 1/2011] yang belum diaktivasi sejak diundangkan tahun 2011, segera dikonkritkan.

Mengaktivasi dan menugaskan dalam skala besar kelembagaan BUMN perumahan cq. Perum Perumnas menggarap “destinasi” program PEN –yang diorganisir secara terstruktur,  sistematis, masif.

Baca juga : Kado untuk Jakarta Tangguh ke-493, PSBB : Sintuhan Bimbo, Jiayou, dan Hak atas Kota

Juga, mengaktivasi kelembagaan penjaminan dan pengalihan perumahan MBR [Pasal 55 ayat (2) UU 1/2011],  pelembagaan  sewa atau bukan sewa [Pasal 50 ayat (2) huruf b UU 1/2011], dan sewa-beli bagi MBR.

Anyaman ke-3 opini ini;  aktivasi sistem  kelembagaan perumahan rakyat yang tangguh –dalam mengerakkan HUD sector dalam  skala  besar dan prioritas tinggi.

PEN Berkeadilan Sosial memantik  akselerasi perumahan rakyat adalah sahih dan benar! Merujuk co-habitation dari pidato Prof.Budi Prayitno, saat pengukuhan guru besar UGM, bahwa pembangunan perumahan dan perkotaan bukan menyisihkan sang marginal.

Inovasi pembiayaan (bersubsidi) bukan menyingkirkan warga dari hak atas kota, namun  terkait  capaian SDGs: Sustainability Cities and Communities. Co-habitation pun tersambung  dengan keadilan-ruang dalam kerangka  hak atas kota (rights to the city), agar pendemi COVID-19 tak menyingkirkan  warga dari ruang dan kotanya.

Baca juga : Dana Tapera, Apa Manfaat Berskala Besar Bagi Perumahan Rakyat?

Anyaman ke-4 opni ini: PEN Berkeadilan Sosial menyasar klaster  perumahan dan  permukiman sebagai unit pemulihan dan  sasaran  langsung gelontor program PEN.

Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum The HUD Institute menyebut dengan frasa “rumah-sehat-produktif”. Mantan Deputi Perumahan Formal Kemenpera  dan pernah Ketua Dewan Pengawas Perum Perumnas  yang  Hatta-is itu  mengingatkan saya ikhwal kebijakan kredit triguna tahun 1996, mengintegrasikan pembiayaan hunian dan modal usaha.

Majelis Pembaca. Perumahan  dan pembangunan perkotaan senyawa  dengan sediaan lahan. Lahan inilah yang menjadi anasir penentu struktur harga jual rumah.  Mencecah 50-an% dari harga rumah. Ironinya harga tanah yang meransek sebagu barang bebas acap dalam siatuasi inefisieni dan tak terkendali, pun oleh negara. Padahal UUPA masih tabah menganut “asas” fungsi sosial tanah.

Pemanfaatan tanah dan aktivasi lahan pasif  untuk perumahan rakyat –dengan mendalilkan hak menguasai negara (HMN)—yang diformulasikan sebagai “rental economic”  untuk menyediaan hunian  perumahan rakyat. PEN-Perumahan  Berkeadilan Sosial pun didorong mencecah benah-benah land-management and policy.

Baca juga : Jadi Penggerak Perekonomian, Sektor Properti Butuh Perhatian Serius Pemerintah

Anyaman  ke-5 opini ini;   optimalisasi pemanfaatan lahan  perkotaan –sebagai generator PEN Berkeadilan Sosial. Anyaman PEN Berkeadilan Sosial diwarnai dengan aktivasi peran pemerintah lebih besar dengan kelembagaan  denan tata kelola-efektif yang  terkonsolidasi-terkontrol kiprah dan kinerjanya dari  ruang operasil “board of director”  PEN. Yang terkoneksi dengan kolaborasi-partisipasi swasta (private) dan masyarakat (society).

Ujungnya, HUD sector dan industri perumahan-cum-realestat musti dinyamankan.  Dengan disain legislasi UU tersendiri. Tak memadai  dengan RUU Cipta Kerja.

Segerakan sebagai jurus  PEN berkelanjutan.  Jika  taknak  menyebut “renewal social-contract”, sahih memilih jurus aktivasi teorema Hatta:  “Satu Rumah Sehat untuk Satu Keluarga” sebagai  jurus  pemulihan PEN-Perumahan Berkeadilan Sosial. Yang tangguh menghadapi pendemi. Dengan spirit Merdeka Paripuna. Tabik.

 

*) Muhammad Joni, SH.MH. ialah Sekretaris Umum  Housing & Urban Development (HUD) Institute; Ketua Masyarakat Konstitusi Indonedia (MKI); E: [email protected].

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Back to top button