Pasar Rumah Tapak Jabodetabek Diprediksi Menguat di 2026
Tahun 2026 menunjukkan arah pemulihan yang cukup kuat, terutama didorong oleh township terencana dan kenaikan permintaan end-user.

JAKARTA, KabarProperti.id — Pasar rumah tapak di Jabodetabek prospeknya pada 2026 diprediksi kembali menguat. Hal ini disampaikan oleh Hendra Hartono, CEO Leads Property Services Indonesia, dalam laporan terbaru perusahaan yang merangkum kinerja pasar properti perumahan tapak di Jabodetabek saat Media Briefing Q3 2025, Kamis (20/11) di Jakarta.
Pasokan Masih Didominasi Tangerang
Leads Property mencatat, total pasokan rumah tapak di Jabodetabek mencapai 193 ribu unit, dengan Tangerang sebagai penyumbang terbesar yakni 46%.
Rincian kontribusi pasokan wilayah yakni Tangerang 46% dengan harga rata-rata Rp2,5 miliar/unit, Bekasi 24% dengan harga rata-rata Rp1,72 miliar/unit, Bogor 19% dengan harga rata-rata Rp1,4 miliar/unit, Depok 6% dengan harga rata-rata Rp1,56 miliar/unit, dan Jakarta 5% dengan harga rata-rata Rp5 miliar/unit.
Menurut Hendra Hartono, dominasi Tangerang bukan hanya berasal dari luasnya area pengembangan, tetapi juga karena kehadiran township besar dan pasokan yang terus bergerak dari sektor menengah.
Tingkat penjualan rata-rata berada di 93,3%, namun penjualan kuartalan hanya mencapai 3,1 ribu unit. Pasar kuartal III masih didominasi oleh end-user.
Unit Baru Didominasi Segmen Menengah
Pada periode yang sama, terdapat 3,4 ribu unit baru yang masuk pasar, sebagian besar berada di segmen harga di bawah Rp2 miliar.
Namun, ada pula peluncuran rumah mewah hingga Rp50 miliar di Tangerang, Bekasi, dan Bogor—meski dalam jumlah terbatas.
Secara keseluruhan, harga rata-rata rumah di Jabodetabek turun 2,5% menjadi Rp2,4 miliar per unit, dipengaruhi oleh dominasi produk baru di bawah Rp2 miliar.
Outlook 2026: Pasar Diprediksi Menguat, Fokus Bergeser ke Township dan Segmen Luxury
Memasuki 2026, Leads Property melihat perubahan strategi dan fokus pengembangan oleh para developer besar maupun baru.
Pengembangan township masih didominasi developer besar. Proyek township skala besar cenderung hanya dapat dilakukan oleh developer berpengalaman yang memiliki landbank sejak sebelum 1998.
Developer baru, termasuk pemain asing, diarahkan untuk mengembangkan proyek skala kecil, atau berkolaborasi dengan developer besar.
BACA JUGA : Permintaan Gudang dan Pabrik Melonjak, 2026 jadi Tahun Penting Bagi Properti Industrial Indonesia
Pergeseran fokus ke segmen luxury. Township besar kini mulai menggeser fokus dari rumah menengah ke segmen luxury demi meningkatkan nilai dan prestise kawasan. “Pengembang menjual mimpi bahwa di proyeknya harga rumah bisa mencapai itu. Namun lebih baik pengembang menjual kavling ukuran besar kepada konsumen kelas atas,” ujar Hendra.
Township di pinggiran harus menawarkan harga terjangkau. Kawasan pinggiran Jakarta seperti Cileungsi, Tenjo, Cikupa, dan Cisauk harus menawarkan harga kompetitif, menyediakan fasilitas lengkap, ruang hijau, serta infrastruktur memadai agar menarik bagi first-time home buyer.
Rumah terjangkau bergeser ke pinggiran. Kenaikan harga rumah yang tidak sebanding dengan pertumbuhan pendapatan membuat masyarakat berburu rumah terjangkau ke wilayah penyangga.
Ukuran rumah cenderung lebih kecil meski harga relatif tetap. “Pemerintah harus membangun infrastruktur, terutama angkutan massal ke daerah pinggiran Jakarta untuk mendorong penjualan,” ujar Hendra.
Generasi muda beralih ke sewa. Menurut Hendra Hartono generasi muda kini lebih memilih menyewa ketimbang membeli rumah, terutama di Jakarta, karena lebih efisien dari sisi biaya transportasi dan waktu.
Indikator Pasar 2026: Semua Komponen Diprediksi Meningkat
Pasokan kumulatif naik 10.000–11.000 unit. Permintaan kumulatif naik 11.000–12.000 unit. Harga jual meningkat ke Rp2,5–2,6 miliar per unit.
Hendra Hartono menyimpulkan, meski 2025 diwarnai koreksi, indikator 2026 menunjukkan arah pemulihan yang cukup kuat, terutama didorong oleh township terencana dan kenaikan permintaan end-user.




